Kamis, 27 November 2014

Keluarga


Demikianlah luapan emosi yang terkadang terungkap dari mulut sebagian wanita yang tidak kuasa menghadapi problematika dan pernik-pernik kehidupan rumah tangga.

Sebelum seorang wanita meminta untuk dicerai maka hendaknya ia merenungkan hal-hal berikut ini:


Pertama : Sesungguhnya pernikahan merupakan ibadah yang dicintai Allah dan mendatangkan begitu banyak faedah. (silahkan lihat kembali penjelasan Ibnul Qoyyim rahimahullah di kriteria calon istri idaman

Kedua : Syari'at berusaha menjauhkan pasangan suami istri dari perceraian sejauh mungkin

Oleh karenanya :

Pertama : Allah telah mensifati pernikahan dengan perjanjian yang kuat, Allah berfirman

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. (QS An-Nisaa :21)

Hal ini tentunya mendorong kita agar memuliakan perjanjian tersebut dan berusaha untuk tidak melepaskan perjanjian tersebut.

Kedua : Syariat menjadikan perceraian dalam beberapa tingkatan agar menjadi perenungan bagi sang suami, dan syari'at tidak langsung menjadikan perceraian sebagai bentuk perpisahan abadi antara suami dan istri.

Karenanya suami yang menjathuhkan talak satu (menceraikan istrinya sekali) maka ia berhak untuk kembali lagi kepada istrinya selama istrinya masih dalam masa iddah. Demikian juga jika ia menjatuhkan talak kedua. Sehingga sang suami dan istri -setelah terjadi talak satu ataupun talak dua- akan lebih berpikir ke depan memandang kemaslahatan yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangganya. Karena betapa banyak suami yang menyesal setelah menjatuhkan talak kepada istrinya. Dan betapa banyak pula istri yang tadinya membangkang dan berakhlak buruk kepada suami akhirnya bisa berubah dan membaik setelah dicerai.

Adapun jika telah jatuh talak yang ketiga maka sang lelaki tidak boleh kembali kepada sang wanita kecuali jika sang wanita telah menikah dengan lelaki yang lain. Allah berfirman

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (QS Al-Baqoroh 229-230)


Ketiga : Syari'at menganjurkan agar seorang suami tidak menceraikan istrinya dan bersabar dengan kondisi istrinya yang ia benci. Allah berfirman

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS An-Nisaa : 19)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

"Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang wanita mukminah (istrinya), jika ia membenci sebuah perangai dari istrinya maka hendaknya ia ridho dengan perangai yang lain dari istrinya" (HR Muslim no 1469)

Keempat :  Allah memerintahkan agar suami bisa menahan diri dan tidak tergesa-gesa dalam mendidik istrinya. Allah berfirman

وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (yaitu tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri-pen), maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS An-Nisaa :34)

Kelima : Jika ternyata pasangan suami istri tidak bisa mengatasi permasalahan rumah tangga mereka sendiri maka syari'at menganjurkan untuk menjadikan pihak ketiga menjadi penengah dalam menyelesaikan permasalahan pasutri tersebut. Allah berfirman

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam (juru damai-pen) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS An-Nisaa : 35)

Keenam : Suami yang menceraikan istrinya dalam keadaan dipaksa atau dalam keadaan tidak sadar atau gila maka talaknya tersebut tidak sah.

Ketujuh : Talak yang hanya terbetik dalam hati dan tidak terlafalkan (tidak terucapkan) maka tidak sah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِى عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ بِهِ

"Sesungguhnya Allah memaafkan kepada umatku apa yang terbetik dalam jiwa mereka selama belum diucapkan atau diamalkan"
(HR Al-Bukhari no 6664 dan Muslim no 127)

Kedelapan : Haram bagi seorang wanita meminta kepada suaminya untuk menceraikan madunya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

ولا تسأل المرأة طلاق أختها لتكفأ ما في إنائها

"Jangalah seorang wanita meminta (kepada suaminya) untuk menceraikan madunya agar ia bisa menumpahkan apa yang ada di bejana madunya tersebut" (HR Al-Bukhari no 2140 dan Muslim no 1408)

Kesembilan :  Syariat menjadikan perceraian (talak) di tangan suami, karena suamilah yang telah membayar mahar dan yang menanggung nafkah keluarga, dan suami lebih bisa menjaga emosinya dan lebih memandang ke depan.

Kendati perceraian merupakan perkara yang buruk akan tetapi terkadang kondisi memang mengharuskan terjadinya perceraian.

Ibnu Taimiyyah berkata:

الأَصْلُ فِي الطَّلاَقِ الْحَظْرُ وَإِنَّمَا أُبِيْحَ مِنْهُ قَدْرُ الْحَاجَةِ

"Hukum asal talak adalah terlarang, dan hanyalah diperbolehkan sesuai kebutuhan"
(Majmuu' Al-Fataawaa 33/81)

Dan tindakan ini –perceraian- hendaknya tidaklah ditempuh kecuali jika memang dalam kondisi terpaksa. Karenanya perceraian tidaklah ditempuh kecuali :

1.      Jika setelah menjalani pernikahan ternyata tujuan dari pernikahan –seperti kasih sayang diantara pasutri, menjaga kehormatan, memperoleh keturunan- tidak bisa diraih.

2.      Sudah menempuh berbagai jalan untuk memperbaiki kondisi rumah tangga yang buruk, seperti masuknya pihak ketiga agar memperbaiki kondisi, akan tetapi tidak menghasilkan buah yang baik

3.      Usaha memperbaiki problematika rumah tangga hendaknya dilakukan berulang-ulang.

4.      Ingat bahwa perceraian merupakan jalan keluar yang terakhir…!!!



Ketiga : Sebaliknya perceraian merupakan perkara yang sangat dicintai oleh Iblis.

Para prajurit Iblis dari kalangan para syaitan selalu berlomba-lomba untuk bisa memisahkan dan menghancurkan rumah tangga pasangan suami istri. Iblis raja para syaitan sangat berbangga dengan prajuritnya yang berhasil menceraikan pasangan suami istri.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الماءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ : فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فَيَقُوْلُ : مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قال ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ : فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ : نعم أنت

"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut), kemudian ia mengutus para prajuritnya. Maka prajurit yang paling dekat dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya (penyesatannya). Maka datanglah salah satu prajuritnya dan melapor : "Aku telah melakukan ini dan itu", maka Iblis berkata, "Engkau belum melakukan apa-apa", kemudian datanglah prajurit yang lain dan melapor, "Aku telah menggodanya hingga akhirnya aku menceraikannya dengan istrinya". Maka Iblispun mendekatkan prajurit syaitan ini di sisinya lalu berkata, "Engkau prajurit terbaik" (HR Muslim no 2813)

Hadits yang agung ini menunjukan bahwa prajurit Iblis berlomba-lomba mendekatkan diri mereka kepada Iblis, dan yang paling dekat dengan Iblis dan mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Iblis adalah yang paling banyak menimbulkan kerusakan kepada manusia. Ternyata prajurit syaitan kesayangan Iblis adalah syaitan yang berhasil menceraikan pasangan suami istri. Iblis tahu bahwasanya dengan bercerainya dua pasangan suami istri maka akan menimbulkan banyak  kerusakan. Diantaranya kedua-duanya bisa jadi terjerumus dalam berbagai model kemaksiatan hingga akhirnya bisa menjerumuskan mereka berdua dalam perzinahan…, hancurnya masa depan anak-anak mereka…, dendam dan kesedihan yang berkepanjangan… dan dampak-dampak buruk yang lain yang merupakan akibat negatif dari perceraian.

Karenanya diantara perkara yang dilakukan oleh para penyihir adalah memisahkan dan menceraikan pasangan suami istri. Allah berfirman :

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. (QS Al-Baqoroh : 102)

Karenanya janganlah sampai salah seorang dari pasangan suami istri –disadari atau tanpa disadari- ikut membantu mewujudkan cita-cita dan angan-angan Iblis yaitu menceraikan pasangan suami istri.


Keempat: Wanita yang meminta cerai tanpa ada alasan syar'i yang kuat merupakan perbuatan dosa

Seorang wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa adanya sebab yang syar'i maka terancam ancaman yang keras. Nabi shallallahu 'alaiahi wa sallam bersabda:

أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَْيِر مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ

"Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga" (HR Abu Dawud no 1928, At-Thirmidzi dan Ibnu Maajah, dan dihahihkan oleh Syaikh Albani)

Hadits ini menunjukan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang syar'i yang kuat yang membolehkannya untuk meminta cerai. Berkata Abu At-Toyyib Al'Adziim Aabaadi, "Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…((Maka haram baginya bau surga)) yaitu ia terhalang dari mencium harumnya surga, dan ini merupakan bentuk ancaman dan bahkan bentuk mubaalaghoh (berlebih-lebihan) dalam ancaman, atau terjadinya hal tersebut pada satu kondisi tertentu yaitu artinya ia tidak mencium wanginya surga tatkala tercium oleh orang-orang yang bertakwa yang pertama kali mencium wanginya surga, atau memang sama sekali ia tidak mencium wanginya surga. dan ini merupakan bentuk berlebih-lebihan dalam ancaman" ('Aunul Ma'buud 6/308)

Akan tetapi wanita boleh saja meminta cerai jika memang kondisinya memaksa demikian.

Bersambung….
Khutbah Jum'at Masjid Nabawi 28-1-1436 H/21-11-2014 M
Oleh : Asy-Syaikh Abdul Baari Ats-Tsubaiti



Khutbah Pertama :

Kehidupan merupakan kesempatan, dan kehidupan berisi kesempatan-kesempatan yang silih berganti yang tidak terhingga. Allah menjalankan hamba-hambaNya dalam kesempatan-kesempatan tersebut, kesempatan-kesempatan yang bervariasi, selalu hadir dalam segala bidang. Ada kesempatan yang akhirnya merubah arah kehidupan, ada kesempatan yang mendatangkan perubahan kehidupan menjadi lebih baik bagi orang yang menggunakan kesempatan tersebut dan mengembangkannya.

Sebagian kesempatan tidak terulang lagi. Sebagian salaf berkata :

إذا فُتح لأحدكم بابُ فليُسْرعْ إليه، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي مَتَى يُغلَقُ عَنْهُ

"Jika dibukakan bagi seorang dari kalian pintu kebaikan maka bersegeralah menuju kepadanya, karena sesungguhnya ia tidak tahu kapan ditutup pintu tersebut"
Kesempatan terkadang dalam bentuk ketaatan, atau amalan kebajikan untuk membangun negeri atau pengembangan masyarakat, dan terkadang kesempatan berupa kedudukan dan jabatan untuk ia gunakan demi membantu kepada agama dan umat, dan terkadang kesempatan dalam bentuk perdagangan

نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ مَعَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ

"Sebaik-baik harta yang baik adalah bersama hamba yang sholeh" (HR Ibnu Hibbaan)

Kesempatan dalam kehidupan seorang mukmin terbuka terus sepanjang hidup, tegak terus hingga saat-saat terakhir dari umurnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا

"Jika tegak hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum tegak hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah" (HR Al-Bukhari di Al-Adab Al-Mufrod)

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam adalah teladan yang diikuti, dengan kesiagaannya selalu, pandangan beliau yang tajam dan terang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan. Beliau selalu memotivasi dalam ketaatan, memberi dorongan kepada hamba-hamba Allah, memberi pengarahan dan tarbiyah. Suatu hari beliau membonceng Ibnu Abbas –semoga Allah meridoinya- di belakang beliau, maka beliau berkata ;

"Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepada engkau beberapa perkataan, jagalah Allah maka niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka niscaya engkau akan mendapati Allah di hadapanmu, jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah" (HR at-Tirimidzi)

Tatkala beliau melihat tangan Umar bin Abi Salamah berkeliaran di tampan makanan, maka beliau berkata :

يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ

"Wahai pemuda, ucaplah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu" (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun Abu Bakar As-Shiddiq –semoga Allah meridhoinya-, maka beliau telah bersegera dalam memanfaatkan kesempatan, maka beliau telah meraih predikat "pelopor" dalam masuk Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang beliau ;

إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إِلَيْكُمْ فَقُلْتُمْ: كَذَبْتَ، وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: صَدَقَ، وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُو لِي صَاحِبِي " –مرَّتّيْنِ-، قَالَ: فَمَا أُوذِيَ بَعْدَهَا

"Sesungguhnya Allah mengutus aku kepada kalian lalu kalian berkata : "Engkau berdusta", adapun Abu Bakar beliau berkata, "Muhammad telah benar", ia telah menolongku dengan jiwa dan hartanya. Maka apakah kalian tidak meninggalkan gangguan terhadap sahabatku (yaitu Abu Bakar) demi aku !! (Rasulullah mengucapkannya dua kali)". Maka Abu Bakar tidak pernah diganggu lagi setelah itu (HR Al-Bukhari).

Lihatlah Utsman bin 'Affan –semoga Allah meridhoinya-, beliau menggunakan kesempatan keberadaan para sahabat di kota Madinah, maka beliaupun menjadikan semua orang bersatu dalam satu mushaf pada seorang imam yang disepakati oleh para sahabat, lalu jadilah imam tersebut adalah imam yang disepakati, maka Allah-pun menjaga kaum muslimin dengan sebab imam tersebut dari banyak keburukan dan perselisihan.

          Barangsiapa yang bersegera memanfaatkan kesempatan yang terbuka maka ia akan mendahului selainnya beberapa tingkatan. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshoor lebih afdol dari pada orang-orang yang datang setelah mereka. Dan diantara mereka ada para peserta perang Badar yang memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Dan parang sahabat yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka, memiliki keutamaan yang lebih daripada para sahabat yang melakukan hal tersebut setelah Fathu Makkah. Allah berfirman :

وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (١٠)أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (١١)فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (١٢)ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (١٣)وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ (١٤)

Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, mereka Itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian (QS Al-Waqi'ah 10-14)

Kesempatan-kesempatan emas berlalu begitu cepat, karena waktunya sangat terbatas, cepat selesai, coba perhatikan perjalanan seorang yang telah tua, lihatlah begitu cepat perubahan kondisinya dari dahulunya sehat sekarang menjadi sakit, dari kaya menjadi miskin, dari rasa aman menjadi takut, dari waktu kosong kepada kesibukan, dari muda menjadi tua.

          Semakin ditekankan untuk memanfaatkan kesempatan di masa-masa fitnah dan musibah serta malapetaka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda

بَادِرُوا بالأَعْمَالِ فِتَناً كقِطَع اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِناً وَيُمْسِي كَاَفِراً، وَيُمْسِي مُؤْمناً وَيُصْبِحُ كافِراَ يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

"Bersegaralah beramal sholeh sebelum datangnya firnah-fitnah yang seperti potongan malam yang gelap gulita, seseorang di pagi hari dalam kondisi mukmin dan di sore hari menjadi kafir, seseorang di sore hari masih mukmin dan di pagi hari menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kepentingan dunia" (HR Muslim)

Karenanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengarahkan umatnya untuk memanfaatkan kesempatan dan bersegera untuk melakukan kebaikan sebelum terlambat, maka beliau bersabda :

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

"Manfaatkanlah 5 perkara sebelum 5 perkara, masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kecukupanmu sebelum engkau miskin, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, kehidupanmu sebelum kematianmu. (HR An-Nasaai)

Manfaatkanlah kesempatan hidupmu, barangsiapa yang mati maka terputuslah amalannya, cita-citanya terluputkan, dan pasti datang kepadanya penyesalan. Manfaatkanlah kesehatanmu, barangsiapa yang sakit maka ia tidak kuat untuk melakukan banyak amal kebajikan, lalu ia berangan-angan seandainya ia di masa sehatnya ia sholat dan puasa. Manfaatkanlah waktu luangmu sebelum engkau dikejutkan dengan berbagai macam kesibukan, kau disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari.  Manfaatkanlah masa mudamu sebelum engkau tua, maka beratlah tubuhmu, anggota-anggota tubuhmu tidak kuat lagi. Manfaatkanlah masa kayamu, bersedekahlah, berinfahklah, keluarkanlah hartamu, sebelum engkau kehilangan hartamu atau hartamu pergi meninggalkanmu.

          Seluruh kesempatan adalah manfaat, bagaimanapun kecilnya kesempatan tersebut dalam pandanganmu, maka itu adalah keuntungan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ

"Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikitpun meskipun hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah tersenyum"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda :

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمنْ لَمْ يجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

"Jagalah dirimu dari api neraka meskipun dengan bersedekah sepenggal butir kurma, dan barangsiapa yang tidak memiliki sesuatu untuk disedekahkan maka bersedekahlah dengan ucapan yang baik" (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda :

إنَّ العبْدَ لَيَتَكلَّمُ بالكلمةِ مِنْ رِضْوانِ الله، لا يُلْقي لها بالاً، يرْفَعُ الله بِها دَرَجاتٍ

"Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang diridoi oleh Allah, ia tidak memperdulikan perkataan tersebut, maka Allah mengangkatnya beberapa derajat karena kalimat tersebut" (HR Al-Bukhari).

Demikianlah kondisi seorang muslim, ia selalu memanfaatkan segala kesempatan untuk memberi bagaimanapun kecilnya, ia berusaha semaksimal mungkin meskipun pemberian tersebut sedikit. Nabi Yusuf 'alaihis salam menghadapi sulitnya tinggal di negeri asing, kerasnya kezoliman dalam penjara, akan tetapi ia tetap beramal kebajikan demi agama, dan ia memberi pengarahan kepada jalan kebenaran. Ia berkata :

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (٣٩)

Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? (QS Yusuf : 39)

          Taubat merupakan kesempatan emas dalam kehidupan, seseorang tidak tahu kapan akan luput kesempatan tersebut dari dirinya. Allah berfirman :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (QS Ali Imron : 133)

Dengan bertaubat maka Allah menganugerahkan kepada para hamba untuk instropeksi diri, untuk merenungkan tentang kondisi mereka, lalu mereka segera kembali kepada Allah sebelum datang kepada mereka kondisi-kondisi lemah dan petaka. Di dalam hadits :

إِنَّ صَاحِبَ الشِّمَالِ لِيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ أَوِ الْمُسِيءِ، فَإِنْ نَدِمَ وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا أَلْقَاهَا، وَإِلَّا كُتِبَتْ وَاحِدَةً

"Sesungguhnya malaikat yang di kiri mengangkat penanya selama enam waktu dari seorang hamba muslim yang bersalah atau berbuat keburukan, jika sang hamba menyesal dan memohon ampunan dari dosa tersebut maka iapun tidak jadi mencatat, namun jika tidak maka dicatat satu dosa" (HR At-Thobroni)

Dan musim-musim kebaikan merupakan kesempatan yang datang silih berganti, merupakan anugerah yang besar, yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang cerdas, musim haji mencuci dosa-dosa, umroh menebus kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, demikian juga dengan bulan Ramadhan bersama siangnya yang agung dan indahnya malam-malamnya.

Menetap tinggal dan dekat dengan tempat-tempat mulia merupakan kesempatan yang berharga, karena kebaikan-kebaikan dilipat gandakan di Mekah dan Madinah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

"Sholat di masjidku lebih baik dari seribu sholat di masjid yang lain, kecuali al-masjid al-harom. Dan sholat di al-masjidil haram lebih baik dari seratus ribu sholat di masjid yang lainnya" (HR Ibnu Majah)

Bahkan orang-orang yang terkena musibah, maka kesempatan mereka adalah mendapatkan pahala dalam kesabaran serta ridho dengan keputusan dan taqdir Allah.

Seorang muslim yang cerdas, adalah seorang yang memiliki semangat yang tinggi, ia mengembangkan jiwanya yang bersegera, maka ia menciptakan kesempatan-kesempatan dan ia melahirkan amalan-amalan yang terarah untuk mendapatkan pahala, untuk memanfaatkan waktu dan kehidupannya, maka iapun memberi manfaat kepada dirinya, iapun menambah bekalnya, ia berkhidmah kepada negerinya dan umat-nya.

Orang yang bahagia adalah orang yang menjadikan seluruh musim dalam kehidupannya sebagai kesempatan untuk menyucikan dirinya, menjadikan kehidupannya lebih baik, maka iapun bertekad dan serius serta iapun melombai waktu, bersegera menuju ketinggian. Adapun jika hilang sikap bersegera, tersebarlah sikap "berpangku tangan" maka seorang muslim akan kehilangan kesempatan-kesempatan berharga dan keberuntungan yang besar, serta akan tidak berfungsi kekuatannya, bekulah pengaruhnya di negeri dan umatnya. Hal ini menkonsekuensikan agar kita mengarahkan kehidupan kita dengan bimbingan, dengan serius dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan, agar kita semakin maju di dunia dan semakin tinggi mulia dalam kehidupan, serta aman tenteram di hari akhirat.

Barangsiapa yang menjadikan tujuan hidupnya rendah, dan nilai dirinya dalam kehidupan ini murahan, maka ia telah meluputkan dirinya dari kesempatan-kesempatan dan hanya menghabiskan kehidupannya untuk bersenang-senang dan berhura-hura, maka hari-harinya pun sirna dalam kesia-siaan, tahun-tahun yang sia-sia itulah umurnya, dan ia akan berkata tatkala di akhirat :

يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (٢٤)

"Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini". (QS Al-ajr : 24)



Khutbah Kedua :

          Menunda-nunda menyebabkan hilangnya kesempatan, sehingga pekerjaan yang dipikul menumpuk, menjadi lambat dan tertunda, pikiran menjadi bercabang tidak karuan, maka kesempatan-kesempatan yang terbuka dihadapannya tidak terlihat, pekerjaanpun tidak terselesaikan. Umar bin Al-Khottob –semoga Allah meridhoinya- berkata :

مِنَ الْقُوَّةِ أَلاَّ تُؤَخِّرَ عَمَلَ الْيَوْمِ إِلَى الْغَدِ

"Diantara kekuatan adalah engkau tidak menunda pekerjaan hari ini hingga esok"

Kesempatan-kesempatan juga menjadi mati karena sikap keraguan yang menyebabkan terlewatkannya keberhasilan, sehingga seseorang tetap di tempatnya, sementara pengendara terus berjalan maju. Allah berfirman :

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)

"Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya" (QS Ali-Imron : 159)

Allah juga berfirman :

فَإِذَا عَزَمَ الأمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ (٢١)

Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). tetapi Jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (QS Muhammad : 21)

Barangsiapa yang dilanda kelalaian maka ia telah menyia-nyiakan kesempatan dan telah membuang anugerah, ia telah membunuh waktu dengan sikap nganggur tanpa manfaat. Allah berfirman :

لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)

Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A'roof : 179)

Mereka yang lalai akan menyesal pada hari penyesalan. Allah berfirman :

وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ (٣٩)

Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sementara mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman. (QS Maryam : 39)

Dan penyesalan terbesar adalah milik orang-orang yang celaka, tatkala mereka meminta dan memohon untuk diberikan kesempatan lagi, mereka berkata :

رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ (١٠٦)رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ (١٠٧)

"Ya Tuhan Kami, Kami telah dikuasai oleh kejahatan Kami, dan adalah Kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari neraka (dan kembalikanlah Kami ke dunia), Maka jika Kami kembali (juga kepada kekafiran), Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim." (QS Al-Mukminun : 106-107)

Maka Allah berkata kepada mereka :

اخْسَئُوا فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ (١٠٨)

 "Tinggallah kalian dengan hina di dalam neraka, dan janganlah kalian berbicara dengan aku." (QS Al-Mukminun : 108)

Senin, 17 November 2014

NIKAH SYUBHAT

Pertanyaan : Saya mau tanya, gimana hukumnya pernikahan yang dilaksanakan tanpa sepengetahuan ayah kandung dari pihak perempuan? Dan pernikahan tersebut dilaksanakan melalui seorang wali hakim yang diangkat sesaat sebelum akad nikah. Terima kasih atas jawaban ustadz. Jazakallah khoiron katsiron.

JAWAB :

Permasalahan ini berkaitan dengan permasalahan nikah syubhat. Karena pernikahan dengan seorang wanita tanpa persetujuan walinya merupakan pernikahan yang batil (tidak sah) menurut jumhur ulama. Dan jika dikerjakan oleh seseorang karena jahil/tidak tahu akan hukumnya maka jadilah pernikahan ini termasuk pernikahan syubhat.
Definisi Nikah Syubhat adalah sebagai berikut :

وَضَابِطُ نِكَاحِ الشُّبْهَةِ أَنْ يَنْكِحَ نِكَاحًا فَاسِدًا مُجْمَعًا عَلَى فَسَادِهِ لَكِنْ يُدْرَأَ الْحَدُّ كَأَنْ يَتَزَوَّجَ بِمُعْتَدَّةٍ أَوْ خَامِسَةٍ أَوْ ذَاتِ مَحْرَمٍ غَيْرِ عَالِمٍ وَيَتَلَذَّذُ بِهَا أَوْ يَطَأُ امْرَأَةً يَظُنُّهَا زَوْجَتَهُ فَيَحْرُمُ عَلَيْهِ أَصْلُ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ وَفَرْعُهَا

"Batasan Nikah Syubhat adalah ia menikah dengan pernikahan yang fasad/rusak/tidak sah, yang telah disepakati/ijmak akan fasidnya, akan tetapi hukum had ditolak (tidak ditegakkan, seperti ia menikah dengan seorang wanita yang masih dalam masa 'iddah, atau dengan istri yang kelima, atau dengan wanita yang masih merupakan mahramnya, dalam kondisi ia tidak mengetahui hal tersebut dan ia telah berledzat-ledzat dengannya, atau ia menjimak seorang wanita yang ia sangka adalah istrinya. Maka diharamkan baginya asal dan furu' dari setiap wanita tersebut" (Ats-Tsamr Ad-Daani fi Tqriib al-Ma'aani, syarh Risaalah Ibni Abi Zaid Al-Qoyrowaani, karya Sholeh bin Abids Samii' Al-Aaabi Al-Azhari (wafat 1335 H), hal 352, cetakan Mushthofa Al-Baabiy Al-Halabi, tahun 1338 H)

Diantara pernikahan syubhat adalah pernikahan tanpa wali. Meskipun pernikahan ini masih diperselisihkan akan kebolehannya, akan tetapi menurut jumhur ulama pernikahan tersebut tidaklah sah.

Hal ini dikarenakan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

أيُّما امرأةٍ نَكَحَتْ بغير إذن مواليها؛ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ (ثلاث مرات)

"Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya batil, pernikahannya batil, pernikahannya batil" (HR Abu Daawud no 1817 dan Ibnu Maajah no 1524)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ نِكَاح إِلاَّ بِولِيٍّ

"Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali" (lihat Irwaaul Goliil hadits no 1839, 1840, 1841)

Maka bagi jumhur ulama pernikahan tanpa wali merupakan pernikahan yang batil. Jika dilakukan oleh seseorang karena kejahilan maka jadilah pernikahan syubhat.

Abul Fadhl Sholeh (putra Imam Ahmad) berkata : "Dan aku bertanya kepada Imam Ahmad tentang seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya, lalu lelaki yang menikahinya menjatuhkan talak tiga kepadanya, lalu setelah itu wali sang wanita membolehkan pernikahan, maka apakah sang wanita halal (untuk dinikahinya kembali) sebelum dinikahi oleh lelaki yang lain, karena pernikahan yang pertama adalah pernikahan yang fasid (rusak)?"

Imam Ahmad berkata, "Wanita tersebut tidak boleh kembali kepadanya, karena pernikahan pertama jika membuahkan anak maka anak tersebut akan mengikuti sang lelaki, karena ini adalah nikah syubhat. Maka tidak halal baginya kecuali jika telah dinikahi oleh lelaki yang lain" (Masaail Al-Imaam Ahmad bin Hanbal, riwayat putranya Abul Fadhl Sholeh 2/338 no 975)



Contoh-Contoh Nikah Syubhat

Contoh-contoh nikah syubhat diantaranya :

- Ia menikahi wanita tanpa wali, karena menyangka bahwa hal itu diperbolehkan (yaitu nikah syubhat menurut jumhur ulama yang mempersyaratkan izin wali)

- Pernikahan Syighoor, yaitu ia menikahkan putrinya dengan seorang lelaki dengan syarat ia menikahi putri lelaki tersebut. Ia menyangka bahwa pernikahan tersebut halal baginya

- Ia menikahi seorang wanita yang ternyata masih berstatus istri orang lain, hanya saja ia tidak tahu dan menyangka bahwa wanita tersebut telah diceraikan

- Seorang wanita yang ditinggal lama oleh suaminya tanpa ada kabar, lantas Hakim memberi keputusan bahwa wanita tersebut dihukumi telah cerai dari suaminya yang pergi tanpa kabar. Lantas wanita tersebut menikah dengan lelaki lain. Akan ternyata suami pertamanya kembali. Maka ada perbedaan pendapat dalam hal ini, bagi ulama yang berpendapat bahwa wajib bagi sang wanita kembali kepada suami pertamanya maka jadilah pernikahan lelaki yang kedua merupakan pernikahan yang dibangun di atas akad syubhat

- Ia menikahi wanita yang masih di dalam masa 'iddahnya

- Ia menikahi wanita yang kelima (padahal poligami maksimal hanya 4 wanita)

- Ia menikahi wanita yang masih mahramnya, seperti saudari sepersusuannya atau wanita yang pernah dinikahi ayahnya.



Hukum-Hukum Berkaitan Dengan Nikah Syubhat :

Pertama : Ada pernikahan yang disepakati akan batilnya (seperti menikahi wanita di masa iddahnya, atau menikahi wanita sebagai istri yang kelima, atau menikahi wanita saudara sepersusuan), maka jika dilakukan oleh kedua pihak (lelaki dan wanita) tanpa mengetahui hukumnya maka itu adalah nikah syubhat menurut kesepakatan ulama.

Ada juga pernikahan yang diperselisihkan, seperti pernikahan tanpa wali wanita, menurut sebagian madzhab pernikahan tersebut sah. Akan tetapi menurut madzhab yang lain pernikahan tersebut batil. Maka pernikahan ini menurut madzhab yang lain adalah pernikahan syubhat.

Kedua : Jika kedua belah pihak melakukan pernikahan syubhat tanpa mengetahui hukumnya maka keduanya tidak berdosa karena kejahilan, akan tetapi pernikahan tersebut harus segera dibatalkan (dipisahkan keduanya).

Ketiga : Anak-anak hasil pernikahan syubhat tersebut (yang disebabkan kejahilan) maka hukum mereka seperti anak-anak hasil pernikahan yang sah. (Lihat Fatawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah 21/70-71 no 2195 tentang hukum anak-anak hasil pernikahan antara seorang lelaki dengan saudari sepersusuannya)

Karenanya wajib bagi sang ayah untuk menafkahi mereka, dan anak-anak tetap dinisbahkan kepada sang ayah, serta berlaku hukum waris antara sang ayah dan mereka.

Ketiga : Jika ternyata kedua belah pihak mengetahui kebatilan pernikahannya dan tetap nekat untuk menikah maka keduanya dianggap telah berzina dan melakukan dosa besar, bahkan harus ditegakan hukum had atas keduanya karena telah melakukan perzinaan. Dan jika ternyata pernikahan tersebut membuahkan anak maka sang anak dinisbahkan kepada ibunya, dan tidak boleh dinisbahkan kepada ayahnya karena merupakan anak zina.

Jika tatkala terjadi pernikahan, sang wanita mengetahui kebatilan pernikahan tersebut sementara sang lelaki tidak mengetahuinya maka yang dianggap telah berzina adalah sang wanita, dan anak hasil pernikahan tersebut tetap dinisbahkan kepada sang lelaki karena ia tidak mengetahui hukumnya. (lihat Fatwa Al-Lajnah Ad-Daaimah 20/387 no 3408)

Keempat : Jika pernikahan tersebut memungkinkan untuk dilanjutkan dengan memenuhi persyaratan yang kurang, seperti :

- Pernikahan tanpa wali, maka boleh melakukan akad pernikahan baru dengan persetujuan wali sang wanita.

Dan boleh langsung bagi mereka berdua untuk melakukan akad pernikahan yang baru meskipun masih dalam masa idah, karena idahnya adalah idah dia sendiri. Hal ini sebagaimana seseorang yang menceraikan istrinya talak pertama ataupun talak kedua, maka ia boleh langsung kembali kepada istrinya karena idahnya adalah dari air maninya sendiri.

Akad yang baru tentunya dengan persyaratan yang baru dan mahar yang baru.

- Pernikahan dengan seorang yang masih di masa iddahnya, maka boleh melakukan akad kembali setelah selesai masa iddahnya

- Jika karena pernikahan Syigoor, maka masing-masing memperbaharui akad nikahnya, tanpa harus cerai, dan dengan mahar yang baru serta persetujuan wali masing-masing wanita tanpa persyaratan syigor (lihat Majmuu Fataawa Syaikh Bin Baaz 20/283-284 no 148 tentang anak-anak hasil pernikahan syigoor)

Kelima : Jika pernikahan tersebut tidak mungkin untuk dilanjutkan, maka tidak boleh dilanjutkan kembali, misalnya :

- Ternyata sang wanita yang ia nikahi adalah saudara sepersusuannya

- Ternyata sang wanita yang dinikahinya pernah dinikahi oleh ayahnya
Suara Hati Ibnul Jauzi Kepada Buah Hatinya

(Risalah yang ditulis oleh Ibnul Jauzi rahimahullah untuk menasehati anaknya yang akhirnya durhaka)


Prolog:

Tidak ada yang mengingkari bahwa anak merupakan buah hati orang tua. Betapa kebahagiaan yang akan dirasakan oleh seorang ibu ataupun ayah tatkala memiliki seorang anak yang sholeh yang berbakti kepada mereka. Sebaliknya jika ternyata sang anak adalah anak yang durhaka maka sungguh penderitaan dan kepiluan yang dirasakan di hati orang tua.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memotivasi kita untuk memiliki anak sholeh, beliau bersabda :

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَشْيَاءَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

"Jika telah meninggal seorang manusia maka terputuslah amalannya darinya kecuali dari tiga perkara, dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang sholeh yang mendoakannya" (HR Muslim no 1631)
Bukanlah dipahami dari hadits ini berarti doa dari selain anak kita tidak bermanfaat bagi kita !!, karena merupakan kesepakatan para ulama bahwasanya mendoakan seorang muslim setelah wafatnya akan bermanfaat bagi sang mayat, siapapun juga yang mendoakannya, baik kerabat maupun bukan kerabat. Akan tetapi dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhususkan penyebutan anak yang mendoakan orang tuanya. Kenapa…?

Diantara faedahnya bagi seorang anak adalah agar tatkala membaca hadits ini timbul semangat untuk mendoakan kedua orang tuanya. Al-Munaawi berkata :

وَفِائِدَةُ تَقْيِيِدِهِ بِالْوَلَدِ مَعَ أَنَّ دُعَاءَ غَيْرِهِ يَنْفَعُهُ تَحْرِيْضُ الْوَلَدِ عَلَى الدُّعَاءِ

"Dan faedah dikhususkan pernyebutan "anak" padahal doa orang lain juga bermanfaat bagi sang mayat yaitu agar memotivasi sang anak untuk mendoakan sang mayat" (Sebagaimana dinukil dalam 'Aunul Ma'buud 8/62)

Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa doa seorang anak lebih bermanfaat bagi orang tuanya yang telah wafat daripada sedekah atas nama orang tuanya. (lihat penjelasan Syaikh Ibnu al-'Utsaimin dalam syarh Riyaad As-Sholihin)

Kemudian Rasulullah tidak hanya sekedar menyebutkan anak, akan tetapi anak yang sholeh, karena sebagaimana perkataan Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin :

لِأَنَّ غَيْرَ الصَّالِحِ لاَ يَدْعُو لِوَالِدَيْهِ وَلاَ يَبَرُّهُمَا لَكِنَ الصَّالِحَ هُوَ الَّذِي يَدْعُو لِوَالِدَيْهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا، وَلِهَذَا يَتَأَكَّدُ عَلَيْنَا أَنْ نَحْرِصَ غَايَةَ الْحِرْصِ عَلَى صَلاَحِ أَوْلاَدِنَا لِأَنَّ صَلاَحَهُمْ صَلاَحٌ لَهُمْ وَخَيْرٌِ لَنا حَيْثُ يَدْعُوْنَ لَنَا بَعْدَ الْمَوْتِ

"Karena anak yang tidak sholeh tidak mendoakan kedua orangtuanya dan tidak berbakti kepada mereka. Akan tetapi anak yang sholeh dialah yang mendoakan kedua orang tuanya setelah wafatnya mereka. Karenanya semakin ditekankan agar kita sungguh-sungguh semangat untuk meraih kesolehan anak-anak kita, karena pada kesholehan mereka ada kebaikan bagi mereka dan juga bagi kita karena mereka mendoakan kita setelah wafatnya kita" (Syarh riyaadus solihin)

Sungguh anak yang sholeh akan membahagiakan orangtuanya dengan kebahagiaan yang lestari semasa hidup orang tua…bahkan berlanjut setelah wafat orangtuanya.

Sungguh benar sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini…tidak ada yang terus mendoakan kita semasa hidup kita dan terlebih-lebih lagi setelah wafat kita kecuali anak-anak yang sholeh. Kakak kita…, adik kita…, sahabat kita… mungkin pernah mendoakan kita semasa hidup atau setelah wafat kita…akan tetapi doa mereka tidaklah berkesinambungan. Berbeda dengan anak yang sholeh…yang benar-benar berbakti kepada kita..tentunya dialah yang ikhlas dan khusyuk tatkala mendoakan kita. Semoga Allah menganugerahkan kita anak-anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua orang tua mereka.

Karena hal ini maka Syari'at memerintahkan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi anak-anak yang sholeh dan terhindar dari siksa api neraka. Allah berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS At-Tahriim : 6)

Ali bin Abi Thoolib radhiallahu 'anhu berkata :

عَلِّمُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُم الْخَيْرَ

"Ajarilah kebaikan pada kalian dan keluarga kalian" (HR Al-Haakim 4/494 dan Al-Khothiib Al-Baghdaadi di Al-Faqiih wa Al-Mutafaqqih 1/47)

Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan putri tercintanya Fathimah untuk menyelamatkan dirinya dari api neraka, tentunya dengan beramal sholeh. Beliau bersabda :

يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنَ النَّارِ فَإِنِّي لاَ أَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا

"Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka, sesungguhnya aku tidak bisa menyelamatkan kalian sama sekali" (HR Muslim no 204)

Karenanya Nabi memerintahkan para orang tua untuk mulai mendidik anak mereka sejak dini, beliau shallallahu 'alahi wa sallam bersabda :

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

"Perintahkan anak-anak kalian untuk sholat tatkala mereka berumur 7 tahun, dan pukullah mereka untuk sholat tatkala mereka berumur 10 tahun, dan pisahkan mereka di tempat tidur (*antara anak lelaki dan anak perempuan)" (HR Abu Dawud 495)



Ibnul Jauzi diuji dengan anak yang durhaka

Akan tetapi tidaklah harapan setiap orang tua terkabul…, ternyata terkadang meskipun orang tua telah berusaha semaksimal mungkin agar sang anak menjadi anak yang sholeh dan berbakti akan tetapi Allah mentaqdirkan sang anak tetap menjadi anak yang durhaka…. Tentunya dibalik semua ini ada hikmah. Lihatlah Nabi Nuuh 'alaihis salaam yang telah berusaha keras mendakwahi kaumnya…(terlebih-lebih lagi anaknya).  Bukan hanya... sepekan sekali beliau berdakwah…bukan hanya sesaat dalam sehari beliau menasehati kaumnya dan anaknya…akan tetapi siang dan malam !!!, bukan hanya setahun dua tahun….bahkan 950 tahun…, Allah berfirman :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلا خَمْسِينَ عَامًا

Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun (QS Al-Ankabuut : 14)

قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلا وَنَهَارًا (٥)فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلا فِرَارًا (٦)

Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,  maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran) (QS Nuuh : 5-6).

Semakin Nuuh berdakwah kepada anaknya maka semakin kafir anaknya tersebut.

Demikian pula terkadang kita mendapati ada sebagian ulama yang ternyata diuji oleh Allah dengan kondisi sebagian anak-anaknya yang durhaka, sebagaimana yang dialami oleh Ibnul Jauzi rahimahullah.



Siapakah anak Ibnul Jauzi yang druhaka?

Anak Ibnul Jauzi ini bernama Badruddin Abul Qoosim Ali, ia adalah anak laki-laki satu-satunya yang masih hidup tatkala Ibnu Jauzi menulis risalah untuk menasehatinya.

Ibnul Jauzi berkata di awal risalahnya, "Tatkala aku mengetahui mulianya menikah dan mengharapkan anak-anak maka akupun mengkhatamkan Al-Qur'an lalu aku berdoa kepada Allah agar Allah menganugerahkan kepadaku 10 anak, maka Allahpun menganugrahkan kepadaku 10 anak, 5 putra dan 5 putri. Lalu meninggal 2 putriku dan 4 putraku. Maka tidak tersisa dari para putraku kecuali Abul Qosim" (Laftah Al-Kabid hal 25-26)

Abul Qosim Ali adalah seorang yang sholeh di masa mudanya, bahkan beliau seorang muhaddits yang memberi isnad dan riwayat. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, "Seorang syaikh yang mulia al-musnid… seorang yang menjaga kehormatan dirinya…, Ibnu An-Najjar berkata ; Dia adalah seorang pemberi nasehat/ceramah di masa kecilnya" (Siyar A'laam An-Nubalaa' 22/352)

Akan tetapi kondisi Abul Qosim yang sholeh ternyata tidak berlangsung seterusnya, ia mengalami perubahan, mulailah ia malas dalam menuntut ilmu. Dan perubahan ini dirasakan oleh sang ayah Ibnul Jauzi. Ibnul Jauzi berkata dalam risalahnya tentang Abul Qoosim, "Kemudian aku melihat ada kemalasan pada dirinya dalam kesungguhan menuntut ilmu, maka akupun menuliskan risalah ini untuk memotivasinya dan menggerakkannya agar menempuh jalan yang telah aku tempuh dalam menuntut ilmu, dan mengarahkannya agar bersandar kepada Allah yang Maha memberi taufiq" (Laftah Al-Kabid hal 26).

Dan ternyata nasehat yang ditulis oleh Ibnul Jauzi kepada sang anak tidak memberikan perubahan kepada sang anak, bahkan sang anak malah menjadi semakin durhaka.



Ibnu An-Najjaar berkata,

وَعظَ فِي صِبَاهُ، وَكَانَ كَثِيْرَ المَيْلِ إِلَى اللَّهْوِ وَالخَلاَعَةِ، فَتركَ الوعظَ، وَاشْتَغَلَ بِمَا لاَ يَجوزُ، وَصَاحَبَ المُفسدِينَ...وَلَمْ يَزَلْ عَلَى طَرِيقتِهِ إِلَى آخرِ عُمُرِهِ

"Abul Qoosim memberi nasehat/ceramah di masa kecilnya, dan dia terlalu condong kepada hiburan dan pengumbaran hawa nafsu, maka diapun meninggalkan ceramah dan berkutat dengan perkara-perkara yang tidak diperbolehkan, serta bergaul dengan orang-orang perusak….dan dia senantiasa demikian hingga akhir hayatnya" (Siyar A'laam An-Nubalaa' 22/353)

Perubahan yang semakin parah inilah yang menjadikan Ibnul Jauzipun meng-hajr sang anak Abul Qoosim selama bertahun-tahun.

Bahkan Abul Qoosim telah mencuri kitab-kitab ayahnya Ibnul Jauzi tatkala ayahnya dipenjara, lalu menjualnya dengan harga yang sangat murah (lihat Siyar A'laam An-Nubalaa' 21/384)

Ibnul Jauzi pun telah mengisyaratkan bahwasanya risalah yang ia tulis untuk anaknya Abul Qoosim hanyalah sekedar usaha, adapun keberhasilan dan taufiq serta hidayah, seluruhnya di tangan Allah. Beliau berkata dalam risalahnya tersebut, "Maka akupun menulis risalah ini untuk anakku untuk memotivasinya dalam menuntut ilmu dan menggerakannya untuk menempuh jalan yang telah aku tempuh dalam menuntut ilmu, serta mengarahkannya untuk bersandar kepada Allah Yang Maha memberi taufiiq, meskipun aku mengetahui bahwasanya tidak ada yang bisa menyesatkan orang yang telah diberi taufiq oleh Allah, dan tidak ada yang bisa memberi petunjuk bagi orang yang telah disesatkan oleh Allah, akan tetapi Allah telah berfirman :

وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)

Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(QS Al-'Ashr : 3)

Dan Allah juga berfirman :

فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى (٩)

Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat
(QS Al-A'la : 9)

Dan tidak ada daya, upaya, serta kekuatan kecuali dengan Allah yang Maha Agung" (Laftah Al-Kabid hal 27)

Semoga Abul Qoosim yang telah durhaka kepada ayahnya telah bertaubat kepada Allah sebelum wafatnya.



Allah menggantikan bagi Ibnul Jauzi anak yang berbakti

Ternyata setelah durhakanya sang anak Abul Qoosim Ali Allah kemudian menganugerahkan bagi Ibnul Jauzi putra yang lain yang bernama Muhyiddin Abu Muhammad Yusuf. Si bungsu ini lahir pada tahun 580 H sehingga beliau lebih muda 30 tahun dari kakaknya Abul Qoosim Ali yang lahir pada tahun 551 H.

Sejak kecil Yusuf telah memberikan ceramah-ceramah mau'idzoh, dan ia sangat dicintai oleh Ibnul Jauzi. Yusuf sibungsu inilah yang telah berusaha untuk membebaskan sang ayah tatkala sang ayah dipenjara (Siyar A'laam An-Nubaalaa 21/377), berbeda dengan kakaknya Abul Qoosim yang tatkala sang ayah dipenjara justru mencuri buku-buku ayahnya dan dijual dengan harga yang sangat murah.

Yusuf bersama tiga putranya meninggal dalam kedaan syahid, dibunuh oleh Holako pada tahun 656 H (Lihat Siyar A'laam An-Nubalaa' 23/374)
Pesan Presiden RI. Pertama Ir.Sukarno "Agar Umat Islam Kembali Ke Manhaj Salaf"

Di buku yang berjudul "Dibawah Bendera Revolusi" (yaitu kumpulan tulisan dan pidato-pidato beliau) jilid pertama, cetakan kedua,tahun 1963. pada halaman 390, beliau mengatakan sebagai berikut :


((" Tjobalah pembatja renungkan sebentar "padang-pasir" dan "wahabisme" itu. Kita mengetahui djasa wahabisme jang terbesar : ia punja kemurnian, ia punja keaslian, - murni dan asli sebagai udara padang- pasir, kembali kepada asal, kembali kepada Allah dan Nabi, kembali kepada islam dizamanja Muhammad!"

Kembali kepada kemurnian, tatkala Islam belum dihinggapi kekotorannya seribu satu tahajul dan seribu satu bid'ah."

Lemparkanlah djauh-djauh tahajul dan bid'ah itu, tjahkanlah segala barang sesuatu jang membawa kemusjrikan! ….))

Berikut scan dari buku tersebut :


(buku yang berjudul "Dibawah Bendera Revolusi" jilid pertama, cetakan kedua,tahun 1963. pada halaman 390,), berikut sampul buku tersebut :

------------

Nampak jelas bahwa presiden pertama RI. Ir. Sukarno, sendiri menganggap gerakan wahabi adalah suatu gerakan "PEMURNI ISLAM", gerakan yang menentang seribu satu Tahayul dan Bid'ah yang ada dalam islam, Dengan semboyan "Kembali kepada Allah dan kepada Nabi"

Mari wahai saudaraku kita kembali kepada Al-qur'an dan As Sunnah kedua warisan Nabi Muhammad shallahu 'alayhi wassalam, agar kita selamat dunia dan akhirat.

Senin, 03 November 2014

Khutbah Jum'at 7 Muharram 1436 / 31 Oktober 2014 di Masjid Nabawi
Oleh:  Asy-Syaikh Ali Al-Hudzaifi hafizohullah
Khutbah Pertama :

          Segala puji bagi Allah yang telah memberi karunia kepada hamba-hambaNya, lalu merinci kepada mereka tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban, Yang Rido bagi mereka amalan-amalan sholeh, Menjadikan mereka benci kepada perbuatan-perbuatan buruk, dan telah menjanjikan bagi kaum sholihin kebaikan-kebaikan. Aku bersaksi bahwasanya tidak sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Allah, tidak ada sekutu bagiNya. Yang Maha mengabulkan doa. Serta aku bersaksi bahwasanya Nabi kita dan Pemimpin kita Muhammad adalah hamba dan utusanNya yang telah diperkuat dengan mukjizat-mukjizat. Ya Allah curahkanlah sholawat, salam, dan berkah kepada hambaMu dan utusanMu Muhammad dan keluarganya serta para sahabatnya yang telah menolong agama Allah dengan jihad, hujjah, dan penjelasan-penjelasan.

Amma ba'du ; hendaknya kalian bertakwa kepada Allah dan janganlah kalian tinggalkan kewajiban-kewajiban kalian, janganlah kalian melanggar larangan-larangan Allah, sungguh beruntung orang yang bertakwa dan merugi orang yang mengikuti hawa nafsunya.
Para hamba Allah, ketahuilah bahwasanya amalan-amalan hamba adalah untuk kebaikan mereka atau menjadi bumerang bagi mereka. Ketaaan mereka sama sekali tidak memberikan kemanfaatan bagi Allah, dan kemaksiatan mereka sama sekali tidak memberi kemudhorotan bagi Allah. Allah berfirman

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ (١٥)

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. (QS Al-Jaatsiyah : 15)

Allah berfirman :

مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ (٤٠)

Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab. (QS Ghoofir : 40)

Allah berfirman dalam hadits qudsi :

يَا عِبَادِى، إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى... يَا عِبَادِى، إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ، ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا، فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ

"Wahai hamba-hambaKu, kalian tidak akan bisa memberikan kemudhorotan kepadaKu dan tidak juga kemanfaatkan… Wahai hamba-hambaKu, perkaranya hanyalah amalan-amalan kalian Aku catat untuk kalian lalu Aku memberi balasan atasnya, maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan maka hendaknya ia memuji Allah, dan barang siapa yang mendapati selainnya maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri" (HR Muslim dari sahabat Abu Dzar)

          Penunaian hak-hak yang wajib oleh seorang hamba, maka penghujungnya manfaatnya akan kembali kepada sang hamba itu sendiri dengan meraih pahala di dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah :

فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ (٩٤)

Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, Maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan Sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya. (QS Al-Anbiyaa' : 94)

Allah berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلا (٣٠)

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. (QS Al-Kahfi : 30)

Kurang dalam menunaikan kewajiban, atau melalaikannya, atau meninggalkannya sama sekali mengakibatkan kemudhorotan dan hukuman yang kembali kepada sang hamba yang melalaikan hak-hak yang disayari'atkan dalam agama, karena jika ia melalaikan hak-haknya Robul 'alamin maka ia tidak memberi kemudorotan kecuali kepada dirinya sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman :

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhoi bagimu kesyukuranmu itu (QS Az-Zumar : 7)

Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (١٥)

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS Fathir : 15)

هَا أَنْتُمْ هَؤُلاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ (٣٨)

Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir Sesungguhnya Dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini. (QS Muhammad : 38)

وَمَنْ يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُ عَلَى نَفْسِهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (١١١)

Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudhoratan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisaa' : 111)

          Hak Allah yang harus dijaga adalah tauhid. Allah telah menjanjikan ganjaran yang besar atasnya.  Allah berfirman :

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (٣١)هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (٣٢)

Dan didekatkanlah syurga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada Setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya) (QS Qoof : 31-32)

Barangsiapa yang melalaikan tauhid dengan melakukan kesyirikan atau mengambil perantara selain Allah dan berdoa kepada mereka untuk menghilangkan kesulitan dan kegentingan serta memenuhi kebutuhan, demikian juga bertawakkal kepada mereka, maka ia telah merugi , berbuat syirik dan telah sia-sia amalannya, tidak akan diterima amalannya sama sekali oleh Allah. Lalu dikatakan kepadanya : "Masuklah ke neraka bersama penghuni yang lainnya", kecuali jika ia bertaubat dari kesyirikan. Dalam hadits :

يجاء بالكافر يوم القيامة فيقال له أرأيت لو كان لك ملء الأرض ذهبا أكنت تفتدي به فيقول نعم فيقال له قد كنت سئلت ما هو أيسر من ذلك

"Dikatakan kepada seseorang dari penghuni neraka, "Jika engkau memiliki seluruh yang ada di bumi, maka apakah engkau akan menebus dirimu dengannya untuk keluar dari neraka?". Ia berkata, "Iya", maka dikatakan kepadanya, "Sungguh engkau telah diperintahkan dengan yang lebih ringan dari ini, yaitu janganlah sekali-kali engkau menyekutukan Allah dengan sesuatupun" (HR Al-Bukhari)

          Jika seorang hamba melalaikan dan meninggalkan hak-hak makhuk yang wajib maka ia telah menghalangi dirinya dari pahala di dunia maupun di akhirat.

Jika ia kurang dalam menunaikan sebagian hak-hak tersebut maka ia telah menghalangi dirinya dari kebaikan sesuai dengan kadar kurangnya dia dalam menunaikan hak-hak makhluk.

Dan kehidupan terus berjalan, dalam kemudahan dan kesulitan, memperoleh haknya ataupun terhalangi dari haknya, kehidupan tetaplah berjalan meskipun hak-hak seorang hamba tidak terpenuhi. Nanti di sisi Allah orang-orang yang bersengketa akan berkumpul, maka Allah akan memberikan orang yang terzolimi haknya dari orang yang menzoliminya dan melalaikan haknya.

Dari Abu Huroiroh –semoga Allah meridoinya- dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau berkata :

لتؤدن الحقوق إلى أهلها يوم القيامة حتى يقاد للشاة الجلحاء من الشاة القرناء

"Hak-hak akan ditunaikan kepada pemiliknya, sampai kambaing yang tidak bertanduk akan diberikan qisosnya dari kambing yang bertanduk" (HR Muslim).

          Dan hak yang paling agung setelah hak Allah adalah hak kedua orang tua. Karena agungnya hak keduanya maka Allah menggandengkan hakNya dengan hak keduanya, sebagaimana firman Allah :

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا (٢٣)وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤)

dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS Al-Isroo' : 23-24)

وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman : 14)

Allah mengagungkan hak kedua orang tua, karena Allah menciptakan engkau dengan sebab mereka berdua. Di masa mengandung seorang ibu mendapati kesulitan yang sangat berat, dan tatkala melahirkan bertarung dengan kematian. Allah berfirman :

وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (QS Al-Ahqoof : 15)

Adapun ayah maka ia telah bekerja keras mencari rizki, mendidik dan merawat sang anak, keduanya menghadapi kesulitan dan rela untuk tidak tidur bergadang agar sang anak bisa tidur…, mereka berdua letih agar sang anak bisa beristirahat…, keduanya menyulitkan diri mereka agar memudahkan sang anak…, keduanya bersabar membersihkan kotoran sang anak agar sang anak bisa bahagia, keduanya mendidik sang anak agar sang anak menjadi sempurna dan baik, keduanya ingin agar sang anak lebih baik daripada mereka berdua.

Maka wahai sang anak, janganlah engkau heran jika banyak sekali wasiat Allah agar engkau berbakti kepadanya…

Janganlah engkau heran jika banyak sekali ancaman bagi anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Seorang anak –bagaiamanapun ia berusaha dan berkorban- maka ia tidak akan mampu mencapai kesempurnaan dalam berbakti kepada kedua orang tuanya, kecuali dalam satu kondisi.

Dari Abu Huroiroh –semoga Allah meridhoinya- dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau berkata :

لا يجزى ولد والده إلا أن يجده مملوكا فيشتريه فيعتقه

"Seorang anak tidak akan bisa membalas jasa orang tuanya kecuali jika ia mendapati orang tuanya dalam kondisi seorang budak, lalu ia beli budak tersebut dan membebaskannya" (HR Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)

          Kedua orang tua adalah dua pintu dari pintu-pintu surga, barangsiapa yang berbakti kepada keduanya maka ia masuk surga. Dari Abu Huroiroh –semoga Allah meridhoinya- dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda :

رغم أنف ثم رغم أنف ثم رغم أنف قيل من يا رسول الله قال من أدرك أبويه عند الكبر أحدهما أو كليهما فلم يدخل الجنة

"Celaka, celaka, dan celaka". Dikatakan kepada Nabi, "Wahai Rasulullah, siapakah yang celaka?". Nabi berkata, "Siapa yang menemui kedua orang tuanya di masa tua, salah satunya atau keduanya, lalu ia tidak masuk surga" (HR Muslim)

          Kaum Muslimin sekalian, jika kedua orang tuamu ridho kepadamu maka Allah akan ridho kepadamu. Dari Abdullah bin Umar –semoga Allah meridhoinya- dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau berkata:

"Keridhoan Allah berada di keridhoan orang tua, dan kemurkaan Allah berada di kemurkaan orang tua" (HR At-Tirmidzi, Al-Haakim dalam Al-Mustadrok, dan ia berkata : Hadits Shahih)

          Berbakti kepada kedua orang tua yaitu taatk kepada keduanya pada selain kemaksiatan, menjalankan perintah dan washiat keduanya, lembut kepada mereka, memberikan kesenangan kepada mereka, memberikan kepada mereka nafkah yang banyak, mengorbankan harta untuk mereka, sayang dan kasih kepada mereka, ikut bersedih jika mereka bersedih, menyambung silaturahmi dengan kerabat mereka, berbuat baik kepada sahabat dekat mereka, tidak menyakiti mereka, ingin agar mereka panjang umur, perbanyak istighfar untuk mereka berdua tatkala masih hidup atau setelah meninggal dunia.

Adapun durhaka adalah lawan dari ini semua. Dan banyaknya sikap durhaka merupakan tanda-tanda hari kiamat. Dalam hadits :

"Diantara tanda-tanda hari kiamat adalah terhalangnya hujan, anak-anak suka marah-marah, banyaknya orang-orang yang buruk…" (Hadits Dho'if)

          Diantara bentuk durhaka yang besar adalah menitipkan kedua orang tua atau salah satunya dip anti jompo, mengeluarkan keduanya dari perhatian dan perawatan sang anak –wal'iyaadzu billah-. Ini bukanlah termasuk akhlak Islam apalagi akhlak yang mulia. Diantara durhaka yang besar adalah sombong dihadapan kedua orang tua, apalagi memukul keduanya, menghina mereka, mencaci mereka. Sungguh merugi anak yang demikian. Dari Abu Huroiroh radhiallahu 'anhu ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

 إن الجنة يوجد ريحها من مسيرة خمسمائة عام ولا يجد ريحها عاق ولا قاطع رحم

"Sesungguhnya wangi surga tercium dari jarak 500 tahun, dan anak yang durhaka tidak akan mencium wangi surga" (Hadits dinilai dho'if oleh Al-'Irooqi)

Allah berfirman :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا (٣٦)

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (QS An-Nisaa : 36)



Khutbah Kedua

          Segala puji adalah untuk Robbul 'Aalamiin, aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, milikNya lah kekuatan yang sangat kokoh. Aku bersaksi bahwasanya Nabi kita dan pemimpin kita Muhammad adalah hamba dan utusanNya, yang jujur lagi terpercaya, Ya Allah curahkanlah sholawat, salam, dan berkah kepada hambaMu dan utusanMu Muhammad, dan keluarganya serta para sahabatnya seluruhnya.

Amma ba'du,

          Bertakwalah kalian dengan sebenar-benar takwa dan berpeganglah dengan tali Islam yang kuat. Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya menunaikan hak kedua orang tua, selain akan mendapatkan ganjaran yang sangat besar dan keberkahan, ia juga merupakan akhlak yang mulia, perangai yang indah yang dilakukan oleh orang yang hatinya baik, aslinya mulia, dan akhlaknya suci. Dan balasan bagi kebaikan adalah kebaikan pula, dan kebaikan hendaknya dijaga dan ditunaikan. Keindahan dibalas dengan keindahan, tidak ada yang melupakan kebaikan dan kebaikan kecuali yang bejat akhlaknya, jatuh harga dirinya, dan busuk isi hatinya. Allah berfirman :

وَلا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٢٣٧)

Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqoroh : 237)

Allah berfirman tentang perkataan Nabi Isa 'alaihis salaam :

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (٣٢)

Dan aku berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (QS Maryam : 32)

Tentang Nabi Yahya 'alaihis salaam

وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا (١٤)

Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (QS Maryam : 14)

Allah berfirman tentang anak yang celaka :

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٧)

Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu Dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka". (QS Al-Ahqoof : 17)

Dari Abu Huroiroh –semoga Allah meridhoinya- ada seseorang datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya :

"Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk aku bersikap baik?, Nabi berkata,

أُمَّكَ ثُمَّ أُمَّكَ ثُمَّ أَبَاكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ

"Ibumu lalu ibumu lalu ayahmu, lalu yang kerabat terdekat dan terdekat"
NGEPEL-NGEPEL KALO ADA ORANG LUAR MASUK MASJID

Merupakan fenomena yang tidak bisa ditutup-tutupi oleh Islam Jama'ah adalah kebiasaan jama'ah mereka yang mengepel bekas orang luar jika masuk ke masjid mereka. Meskipun sering mereka berbudi luhur (baca : ngapusi/bohong) dengan menyatakan "itu hanyalah fitnah", akan tetapi kenyataan ini sudah dialami oleh banyak orang dan khabarnya tersebar dimana-mana. Dan saya rasa orang dalam IJ (Islam Jama'ah) tidak perlu menutup-nutupi hal ini, karena hanya semakin memalukan saja dan semakin menunjukkan bahwa mereka memang suka membohongi orang luar jamaah.

Meskipun diakui "model ngepel-negepel" sudah mulai berkurang, yang menunjukkan ada perubahan "ijtihad mangkul" dalam tubuh IJ.

Perubahan fikih dan ijtihad IJ menunjukkan bahwa sistem mangkul  mereka hanyalah dongeng yang dibuat oleh pendiri mereka. Bukankah logikanya "mangkul" itu seperti air yang keluar dari keran?, dari Nabi shallalahu 'alaihi wasallam hingga ke sang imam?". Seharusnya kalau benar "metode ngepel-ngepel" itu dari dari sistem mangkul, seharusnya tidak usah dirubah !!!. Maka setiap perubahan hukum menunjukkan bahwa metode mangkul itu hanyalah dongengan belaka !!!
          Tentu para pembaca yang budiman bertanya, kenapa mereka harus mengepel-negepel??, apakah tubuh "orang di luar" dari IJ adalah najis??

Jawabannya, mereka IJ tidaklah menganggap tubuh orang luar najis, akan tetapi mereka kawatir tubuh orang luar membawa najis, karena orang luar "tidak mangkul" dalam membersihkan najis, sehingga dikawatirkan thoharoh nya tidak suci, sehingga dikawatirkan pada tubuh mereka, atau baju mereka, ada najisnya. Maka daripada was-was mending tatkala mereka keluar dari mesjid IJ dipel saja, lebih selamat. Ini lah logika sederhana dari "proses ngepel-ngepel" tersebut.

Sebelum penulis mengutarakan dengan panjang lebar tentang hal ini, penulis mengajak orang dalam anggota IJ agar merenungkan hadits berikut :

عن ابن عمر قَالَ: «كَانَتِ الكِلاَبُ تَبُولُ، وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي المَسْجِدِ، فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ»

Dari Ibnu Umar –semoga Allah meridhoinya- beliau berkata, "Dahulu anjing-anjing kencing, lalu keluar masuk di mesjid di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka tidak memercikan air samak sekali karenanya" (HR Al-Bukhari no 174)

Dalam riwayat yang lain Ibnu Umar berkata:

«كُنْتُ أَبِيتُ فِي الْمَسْجِدِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكُنْتُ فَتًى شَابًّا عَزَبًا، وَكَانَتِ الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ، فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ»

"Aku dulu bermalam di masjid di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ketika itu aku masih muda dan bujangan, dan anjing-anjing kencing, lalu keluar masuk di mesjid, akan tetapi mereka (para sahabat Nabi) sama sekali tidak memercikan air (di mesjid) karena hal itu" (HR Abu Dawud no 382 dan Ibnu Hibban no 1656)

Para ulama telah menjelaskan maksud hadits ini, yaitu anjing-anjing tersebut kencing di luar masjid lalu masuk dan keluar masjid akan tetapi para sahabat tidak memercikan air sama sekali ke tempat-tempat yang dilalui anjing-anjing tersebut. Jika mereka tidak memercikan air, apalagi menyiram tempat bekas lalu lalang anjing tersebut.

Hal dikarenakan meskipun anjing tersebut membawa najis, akan tetapi menempelnya najis di mesjid masih merupakan perkara yang diragukan, sementara kesucian mesjid adalah perkara yang pasti, maka dalam kaidah "kepastian tidak dihilangkan dengan keraguan".

          Nah jika anjing saja tidak dipel oleh para sahabat, lantas kenapa anggota orang dalam IJ nekat mengepel orang-orang luar IJ??, mangkul darimanakah kengawuran ini?. Renungkanlah wahai anggota IJ !!!, mangkul dari mana metode ngepel-ngepel ini??

Apakah anjing –yang tidak dipel- lebih mulia dari orang diluar Islam Jama'ah??

Sadarlah kalian, sesungguhnya kalian sedang tertipu oleh metode mangkul-mangkulan ala imam kalian !!!.


Renungkan pula tentang hadits-hadits yang menyebutkan Nabi membiarkan sebagian orang kafir dan musyrik untuk masuk masjid nabawi, dan sama sekali tidak dipel oleh Nabi dan para sahabatnya. Diantara hadits-hadits tersebut :

Dari Abu Huroiroh –semoga Allah meridhoinya-, ia berkata :

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ، فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ: ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ، فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي المَسْجِدِ، فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ»، فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنَ المَسْجِدِ، فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ دَخَلَ المَسْجِدَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus pasukan berkuda ke arah Nejd, maka mereka menawan seorang dari Bani Hanifah namanya adalah Tsumaamah bin Utsaal, lalu mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid. Lalu Nabi keluar menemuinya dan berkata "Lepaskanlah Tsumamah". Tsumamah pun pergi ke sebuah pohon kurma yang dekat dari masjid, lalu ia mandi lalu masuk ke dalam masjid (lalu masuk Islam dengan) menyatakan : Aku  bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah" (HR Al-Bukhari no 462).

Dan dalam riwayat Muslim (no 1764) ceritanya lebih lengkap, disebutkan bahwa Tsumamah diikat di tiang masjid Nabawi berhari-hari, baru kemudian ia masuk Islam.

Seharusnya kalau ada orang dalam IJ tatkala itu pasti sudah kebingungan, bekas-bekas langkah Tsumamah harusnya dipel, apalagi tiang masjid Nabawi tempat mengikat Tsumamah selama berhari-hari harusnya segera dipel juga ?!

Dalam hadits-hadits yang lain juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menerima tamu-tamu orang-orang kafir di masjid (seperti utusan dari Tsaqif).

Demikian juga bukankah dalam syari'at diperbolehkan seorang lelaki muslim untuk menikah dengan seorang wanita yahudi atau wanita nasrani?. Allah berfirman :

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ

Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. (QS Al-Maidah : 5)

Lantas jika mau ngikuti model IJ maka bagaimana seorang muslim bermuamalah dengan istrinya yang nashrani?, bagaimana berhubungan senggama dengannya?, apakah tiap hari harus dipel tubuhnya?, dipel tempat tidur?. Atau tidak perlu dipel karena wanita nashrani tersebut sudah mangkul ala IJ??!!


Sekali lagi, tidak bosan-bosannya saya mengajak para pembesar IJ untuk berdialog, silahkan berdialog di Mekah?, di Madinah?, di Darul Hadits (yang katanya konon sang imam mangkul dis situ?). Anehnya metode "ngepel-ngepel" ini tidak pernah ada di Arab Saudi, padahal yang sholat di Masjid Nabawi dan masjidil Haram dari berbagai manca Negara, dan seluruhnya tidak punya imam ala JI. Bukankah masyarakat Indonesia (yang tidak berimam kepada Imam JI) selalu haji dan umroh?, sejak zaman dahulu kala?, lantas kenapa pemerintah Saudi tidak pernah mengistruksikan untuk mengepel-ngepel?, semuanya harus dipel kecuali jika yang masuk masjid haram dan masjid nabawi adalah anggota JI??. Ini bukti yang nyata bahwa mangkul JI hanyalah khayalan dan tipuan sang imam !!


Berikut penjabaran sebab mereka melakukan "metode ngepel":

Salah satu ‘perekat’ yang membuat anggota IJ semakin fanatik dengan kelompoknya sekaligus membuatnya meng-isolir diri dan merasa risih dari bergaul dengan ‘orang luar’ selain kelompoknya – adalah doktrin tentang Penjagaan diri dari perkara Najis.


Dalil dan kerangka pemahaman IJ tentang Penjagaan diri dari perkara Najis, sebagaimana yang dimangqulkan melalui Teks Daerahan, Peraturan 55 dan Larangan 24 yang kesemuanya berisi ijtihad Imam IJ,  adalah sbb :

1. Dalil umum kewajiban menjaga diri dari najis yang digunakan adalah ayat Qur’an tentang menjaga kesucian dan hadits ancaman siksa kubur atas orang yang tidak bersuci dari kencingnya. Dalam keterangan ‘mangkul’ dijelaskan bahwa ‘tidak bersuci dari kencingnya’ adalah ketidak hati2an seseorang dalam praktek buang air besar/kecil sehingga bagian tubuh atau pakaiannya terkena najis atau cipratan najis (termasuk cipratan air dibawah dua qullah). Ancaman siksa kubur sama dengan ancaman masuk Neraka yang dianggap dosa besar yang bisa menghantarkannya kepada Neraka kekal sama dengan kekafiran.

2. Logika pengambilan hukumnya, orang yang tidak bisa menjaga cipratan najis pada tubuh/pakaian/benda lainnya maka bahagian tubuh/pakaian/benda lainnya yang terciprat tersebut statusnya NAJIS. Karena status najis tersebut terbawa dalam pelaksanaan sholat fardhu dan sunnah maka sholatnya tidak diterima alias batal. Akibatnya dianggap meninggalkan sholat terus menerus dan ini dipahami sebagai perkara kekafiran (Bainal ‘abdi wa bainal kufri tarkush sholah) yang menjadikannya kekal di neraka.
Hal yang sama, seseorang yang tdk mangqul sunnah Mandi Besar maka amal mandi mandi besarnya tidak sah alias batal. Berarti keadaannya junub terus atau HADATS BESAR sehingga batal sholatnya terus menerus yang berarti tarkush sholah (meninggalkan sholat) dan berakibat  kekal di Neraka.

3. Dalam bahasa istilah sehari-hari di lingkungan IJ, kata NAJIS disebut NJAS untuk menyamarkan kalimat najis yang kurang sedap di telinga. Hukum keadaan sebaliknya adalah SUCI atau terkadang diistilahkan sehari-hari dengan ungkapan SU’. Sebutan Njas atau Su biasanya diungkapkan jika disitu pas ada 'orang luar' supaya tidak tersinggung.

4. Dalam mangqulnya, Najis adalah segala materi yang keluar dari 2 lubang sekresi manusia dan hewan yang haram dimakan. Sumber materi najis ada 6, yaitu : (a) AIR KENCING dan (b) MADZI (dari lubang urinal – dikecualikan air MANI sbg najis ringan), (c) kotoran TAHI (dari lubang dubur), (d) ILER (cairan kental dan bau yang keluar dari mulut saat tidur), (e) MUNTAH (materi yang keluar dari lambung), (f) AIR DIBAWAH 2 QULLAH (ket. Mangkul = 240 ltr) yang tercemar materi najis maka keseluruhan air tersebut hukumnya sama dengan materi najis yang cipratannya dianggap menebar najis kemana-mana. Genangan air dilantai kamar mandi termasuk yg dianggap jenis najis ini.

5. Bahagian tubuh kita atau pakaian dan benda lainnya yang tercemar/terciprat materi najis-najis ( a - f.) tersebut statusnya menjadi Najis yang wajib disucikan yakni materi najisnya dihilangkan dengan menggunakan media pensuci. Media pensuci Najis adalah Air yang suci, Batu yang suci dan Tanah yang suci.

6. AIR YG SUCI adalah air yang terbebas dari najis. Sumbernya adalah air yang mengalir (spt air kran/slang), atau air dalam wadah minimal 240 ltr (boleh kurang dari itu asal dipastikan asalnya suci spt air botol aqua) atau sumber mata air alam/sungai/danau/air hujan. Kondisi air tersebut diyakini Suci dan bisa mensucikan benda yang direndam atau dibasuh dengannya.

7. BATU YG SUCI adalah batu yang awalnya terbebas dari najis dan diutamakan yang bisa menyerap kotoran.

8) TANAH YG SUCI adalah tanah yang awalnya terbebas dari najis dan kering sehingga bisa menyerap kotoran.

9. Prinsip proses mensucikan suatu bahagian badan atau benda yang tercemar materi najis adalah membawa pergi materi najisnya menggunakan salah satu dari ketiga media pensuci tersebut.

10. Jika dengan air, maka proses mensucikan misalnya pada pakaian adalah dengan mengosok-gosok dan mengalirkan air di noda bekas najis sampai hilang najisnya terbawa air. Atau jika tidak diketahui letak noda najisnya maka untuk memastikan keyakinan telah suci dilakukan dengan cara dicelup/rendam dalam aliran sungai/danau atau bak berisi air minimal dua qullah atau dibilas dan rendam dalam ember dengan cara dileberkan (air dibiarkan terbuang) hingga kira-kira 3 kali volume ember tersebut.

11. Jika dengan media batu, maka proses mensucikan misalnya pada kasus ‘peper’ (cebok) adalah dengan menggerus materi najisnya menggunakan usapan batu yang porosif (menyerap) minimal 3 batu. Prinsipnya materi najis dihilangkan bersama dibuangnya batu tersebut. Sekalipun tidak sebersih menggunakan air maka proses ini sudah dianggap suci. Kurang lebih begitu pula jika menggunakan tanah. Najis dihilangkan dengan diserapkan ke media tanah dan kemudian dianggap hilang najisnya bersama dibuangnya tanah yang digunakan tersebut.

12. Dengan kerangka pemahaman IJ tentang Penjagaan diri dari perkara Najis tersebut maka Imam IJ merilis peraturan yang wajib ditaati warga jamaah IJ tentang spesifikasi teknik pembuatan Kamar mandi dan WC di rumah2 warga IJ dan pondok2 IJ agar bisa menerapkan penjagaan diri dari perkara Najis. Ijtihad Imam tentang hal terkait adalah bahwa setiap jamaah supaya membuat Kamar mandi/WC/Jeding dengan aturan spesifikasi tertentu untuk menghindari cipratan najis, a.l :
- Lebar pintu KM / WC minimal 80 cm, agar ketika keluar/masuk pintu tsb badan/pakaian tidak bersentuhan dgn kusen pintu yang dianggap ‘najis’ karena kusen pintu tidak terjaga dari cipratan najis.

- Bak mandi dibuat dengan ukuran volume lebih dari dua qullah/240 liter dengan tinggi dinding bak yang tidak terjangkau cipratan air dari lantai. Dibolehkan kurang dari itu tetapi dibuat pipa bejana berhubungan ke bak lain sehingga total volume tetap dua qullah. Jika terbatas lahan, boleh dengan wadah kurang dari 2 qullah asal kran airnya mengalir saat digunakan sehingga dianggap nyambung ke sumber airnya. Atau menggunakan system shower tanpa bak. Tujuannya agar kuat keyakinan bahwa air tetap terjaga suci dan bebas dari najis.

- Lantai dibuat miring searah spy air buangan tetap mngalir mbawa pergi sgl najis dan tdk mnggenang (yg bisa mjd sumber cipratan najis), lalu dibuat kalen/parit buangan disatu sisi yg mnuju lubang drainase. Dgn begitu lantainya sll terbilas air buangan dan tidak mnggenang shg status lantai hukumnya suci. Boleh masuk tanpa alas sandal.

- WC standar jongkok dgn lubang bukaan minimal lbr 18 cm, pjg 25 cm, kedalaman (ke dasar closet) 30 cm, tujuannya agar saat pipis/pup cipratannya tdk mnjangkau bagian bawah badan kita.

- Untuk lebih wira'i/hati2 dlm mnjaga kesucian dari najis maka tiap kali masuk kamar mandi/wc dilazimkan memakai sandal yang tebal seperti sandal bakiak/kelom dari kayu atau sandal karet.

Akibat pemahaman ttg perkara najis dan pemberlakuan itjihad Imam ini maka aplikasi dikalangan jamaah IJ menimbulkan efek negatf dan keyakinan yang nyeleneh, a.l :

1. Semua 'org luar' dianggap tdk bisa menjaga diri dari najis.Buktinya Kamar mandi dan WC nya tdk memenuhi standard  ijtihad Imam IJ.. Lantai kmr mandi/WC nya becek ada genangan air yg dianggap najis. Kdalaman lubang WC pendek shg mudah terciprat najis ke badan. Kebiasaan mencuci di lantai kamar mandi dan keluar masuk kamar mandi tanpa Sandal dianggap sbg sikap meremehkan syariat menjaga kesucian udari najis. Oleh karena itu, tubuh dan pakaian 'orang luar'  semua dianggap najis. Terutama jika kondisi tangan/badannya 'basah' keringatan, persentuhan fisik dgn mrk akan mnimbulkan WASWAS terkena najis.

2. Paham kesucian model IJ ini bgt merasuk sangat dalam. Tanpa sadar mjd salah satu 'perekat' solidnya IJ. Jamaahnya akan lbh nyaman tinggal dan bergaul dgn lingkungan IJ krn seilmu sepaham soal perkara menjaga kesucian dari najis.Secara alami mrk membatasi diri dari bergaul beraktivitas bersama dgn 'org luar' krn mengganggu kekhusuan ibadah akibat waswas najis. Bgt mndalamnya doktrin najis ini, sampai bbrp org ex IJ yg telah keluarpun masih sulit merubah standar kesucian ala IJ ini. Itulah sebabnya Jemaah IJ lbh senang ngomplek dan punya mesjid sendiri.

3. Bbrp kasus terkait paham kesucian dari najis ala IJ, a.l. adalah :

> Mengepel (baca : mensucikan) lantai rumah/mesjid jika diinjak 'org luar' dlm kondisi basah. Dgn makin membaurnya IJ dgn masyarakat, mrk kerepotan sendiri jika selalu waswas dan hrs mngepel. Belakangan dihembuskan pemahaman soal najis yg lbh moderat. Bahwa jika kita tdk tahu pasti keadaan  seorg 'luar'  maka dikembalikan kpd hukum asal yakni org itu suci dari najis. Maka skrg jarang  dijumpai lagi kasus 'mengepel' ulang.

> Seorg pengusaha IJ di Kalimalang memilih shalat beralas koran ketimbang pake sajadah bekas pakai 'orang luar'.

> Seorang Manager anggota IJ di Bekasi memberlakukan zona suci di rumahnya, shg siapapun yang bertamu wajib melepas alas kaki dan mencuci kakinya dikran yg sdh disiapkan diteras rumahnya. Ia bahkan mengaku selalu mencuci semua pakaian dan perabot yg baru dibeli di toko sblm digunakan krn waswas najis.

> Banyak kasus anak yg ikut IJ sering bertengkar dg orangtua yg bukan IJ krn masalah jemuran pakaiannya di 'sentuh' shg ia hrs repot mencucinya ulang krn waswas.

> Seorang pemuda IJ di Bdg dilaporkan sampai 'gila/Stress' krn hidup serumah dgn saudara2nya yg bukan IJ yg sll usil dan iseng  mengganggu dirinya dgn 'menyentuh' fisiknya saat sholat shg ia harus bolak balik membasuh dan mensucikan diri.

>. Seorg mubaleg senior IJ di Jakarta Timur mengaku setiap habis bepergian dg kendaraan umum selalu mandi utk mnghilangkam waswas najis.

> Seorg ex personil band anggota IJ dikenal luas sangat ekstrem memahami najis. Krn persentuhan fisik dg 'org luar' tak terhindarkan dan mnggunakan fasilitas bersama maka jk mau duduk di mobil atau kursi selalu repot membekali diri dgn kain alas krn kursinya dianggap najis pernah diduduki org luar. Pembantu rumahnya jika selesai memandikan anak-anaknya maka tahap terakhir adalah mngangkat dan mencelup (baca : mnenggelamkan) tubuh hingga kepala anak-anak tsb ke dalam bak mandi berukuran lbh dua qullah utk memastikan kesucian badannya. Dan hal konyol pernah terjadi ktk radio di rumah majikannya itu terjatuh di lantai dan dianggap najis, maka dgn dungunya pembantunya mencelup radio tsb ke dalam bak, maksudnya mau mnsucikannya. Alhasil radio jd rusak. Dan yg mnggelikan, gagang-gagang pintu dirumah keluarga ini juga dianggap najis krn suka disentuh org luar. Maka hal lucu  yg terjadi jika mau buka pintu mnggunakan kaki atau sarung tangan .

> Tapi herannya, bagi yg fanatik dan ekstrem seperti mrk, paham najis ini tdk diterapkan dalam urusan makanan. Mrk tdk ada cerita waswas najis saat beli bakso pdhal si tukang bakso mncuci mangkoknya di ember kecil kurang dari dua qullah. Bgt pula saat belanja sayuran di pasar, mrk tdk mrasa waswas najis pdhal sayuran-sayuran tsb banyak digelatakkan di lantai yg basah dan kotor.

4. Banyak warga IJ yg bekerja di Jakarta tetapi tinggal di Botabek. Mrk tdk punya pilihan tempat yang memenuhi syarat kesucian ala IJ utk urusan buang air dan sholat fardhu, krn mesjid-mesjid IJ terbatas dan.jauh dari kantor. Akibatnya dlm shalat zuhur dan ashar di ktr sll dihinggapi waswas najis shg mngulangnya saat sdh plg di rumah. Atau bahkan rutin menjamak shalat zuhur dan ashar di waktu Isya saat tiba di rumah.

Demikian sementara yang bisa dirangkum dari perkara menjaga kesucian dari najis yang berlaku di lingkungan IJ sampai hari ini.